Perkembangan Pengetahuan tentang Bintang

 

Ini adalah tablet peninggalan bangsa Babylonia Kuno (lebih dari 1500 tahun lalu) yang menjelaskan tentang teknik menentukan posisi Jupiter yang berubah-ubah di langit sepanjang waktu. Credit: Trustees of the British Museum/Mathieu Ossendrijver.

Ketika kita melihat ke langit malam yang cerah tanpa cahaya bulan dan awan yang tebal, kita dapat melihat sebuah kabut putih tipis yang membentang dari arah utara (timur laut) hingga ke arah selatan (barat daya). Kabut putih tipis tersebut merupakan bagian dari galaksi kita Bimasakti (Milky Way).

Selain itu, kita juga dapat melihat bintang - bintang bertebaran di langit malam. Dari zaman dulu, manusia melihat bintang - bintang dalam bentuk konfigurasi bintang (sekarang dikenal dengan konstelasi atau rasi bintang). Konfigurasi bintang - bintang tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk menentukan arah mata angin saat berlayar, menentukan waktu bercocok tanam, dan sebagainya yang sampai sekarang masih dimanfaatkan. 

Konfigurasi - konfigurasi bintang tersebut diberi nama berdasarkan nama - nama benda dalam mitologi mereka, hal ini dikarenakan pada zaman dahulu manusia hidup dalam zaman mitologi. Contoh dari nama - nama tersebut adalah Capricornus, Sagittarius, Andromeda, Scorpio, dan sebagainya yang sampai sekarang masih digunakan. Nama - nama tersebut merupakan nama dari mitologi Yunani Kuno. Catatan tentang konstelasi bintang pada masa Yunani Kuno dapat dilihat dari catatan karya Homerus pada abad ke 9 SM dan catatan karya Aratus pada abad ke 3 SM. Jauh sebelum Yunani Kuno, pada sekitar tahun 4000 SM masyarakat peradaban Lembah Sungai Efrat sudah mengenal rasi Leo, Scorpio, dan Taurus. Hal ini dibuktikan dari peninggalan catatan yang tertulis pada tulisan paku yang dibuat oleh masyarakat Lembah Sungai Efrat.

Pada zaman dahulu, masyarakat Babylona dan Yunani Kuno mengamati bahwa adanya rasi - rasi bintang yang sering dilalui oleh Matahari dan planet - planet setiap tahunnya. Yang berarti bahwa rasi - rasi bintang tersebut terletak dekat pada ekliptika. Kemudian, mereka menamakan rasi - rasi bintang tersebut dengan nama Zodiak, yang artinya lingkaran binatang - binatang. Zodiak terdiri dari 12 rasi bintang. Hal ini dikarenakan Matahari dan planet - planet berada pada satu rasi bintang hanya dalam waktu satu bulan saja, jadi dalam satu tahun mereka sudah melewati 12 rasi bintang. Keduabelas rasi bintang tersebut sudah sangat kita kenal dalam astrologi.

Pada abad ke 2 M, seorang astronom Yunani bernama Ptolomeus mengkatalogkan sekitar 1.022 buah bintang ke dalam 48 konstelasi. Katalog Ptolomeus ini berisikan bintang - bintang yang hanya terdapat di kota tempat ia tinggal saja, yaitu di Alexandria. Namun ini bukanlah katalog tertua yang pernah terdapat di dunia. Katalog tertua yang pernah diketahui adalah katalog yang dibuat oleh astronom Cina, bernama Gan De. 

Ini adalah piringan berdiameter 30 cm yang menggambarkan Matahari, Bulan sabit, dan bintang, termasuk Pleiades di dalamnya. Piringan ini berasal dari Eropa Utara pada ~1600 SM. Credit: abyss.uoregon.edu.

Katalog Ptolomeus ini terus menjadi rujukan hingga sampai pada abad ke 16 ketika para pelaut Eropa mulai berlayar ke belahan Bumi bagian selatan. Di sana, mereka banyak melihat bintang - bintang baru yang tidak terdapat dalam katalog Ptolomeus. Mereka kemudian mengamati dan merekam bintang - bintang tersebut. Akhirnya pada 1603, Johann Beyer membuat sebuah atlas bintang dengan memasukkan bintang - bintang yang terdapat di Bumi bagian selatan tersebut. Penamaan bintang - bintang pada atlas Johann Beyer ini adalah dengan mengurutkan tingkat kecerlangan bintang tersebut dalam konstelasinya menggunakan huruf Yunani, kemudian diikuti dengan nama genitif dari bahasa latin konstelasi tersebut. Contohnya, bintang paling terang pada rasi Centaurus adalah Alpha Centauri dan bintang keempat paling terang pada rasi Gemini adalah Delta Geminorum. Sebelum itu semua, penamaan terhadap bintang - bintang paling terang dilangit sudah dilakukan, namun dalam bahasa Arab.

Pada tahun 1687, seorang astronom Jerman bernama Johannes Havelius membuat sebuah atlas bintang yang sangat lengkap dengan memasukkan bintang - bintang yang terdapat di Bumi bagian utara.

Kemudian pada tahun 1930, IAU (International Astronomical Union) menetapkan bahwa di langit terdapat 88 konstelasi dengan setiap daerah langit hanya terdapat 1 konstelasi bintang saja. Tidak ada 1 daerah langit yang memiliki 2 konstelasi bintang yang saling bertumpang tindih. Konstelasi bintang itu sendiri secara fisik tidak memiliki jarak yang cukup dekat satu sama lainnya, namun karena kebetulan segaris pandang dari Bumi, maka terlihat berdekatan. Tapi sebenarnya memang ada beberapa kelompok bintang yang memiliki jarak yang cukup dekat satu sama lainnya, kelompok tersebut disebut Gugus Bintang, contohnya seperti gugus bintang Pleiades.

Selama ini, para astronom lebih banyak menggunakan katalog bintang dibandingkan dengan konstelasi bintang. Ini dikarenakan pada katalog bintang terdapat informasi posisi bintang yang sangat akurat, sehingga para astronom tidak akan salah ketika mengarahkan teleskop ke arah bintang tersebut jika menggunakan katalog bintang.

Di dunia ini sudah banyak terdapat katalog - katalog bintang. Antara lain adalah  katalog Hendry Draper yang merupakan katalog pertama yang mencoba memasukkan tipe spektrum bintang ke dalamnya. Bintang - bintang dalam katalog ini diberi nama HD, kemudian diikuti dengan nomor urut bintang tersebut dalam konstelasi. Kemudian juga ada katalog yang bernama Smithsonian Astrophysical Observatory. Bintang - bintang dalam katalog ini diberi nama SAO, kemudian diikuti dengan nomor urut bintang tersebut dalam konstelasi.

Selain dari dua katalog tersebut, juga ada katalog - katalog lainnya seperti Bonner Durchmusterung, Astrographic Catalogue, USNO (United States Naval Observatory). Juga ada beberapa katalog khusus, seperti katalog bintang ganda Aitken. Bintang - bintang dalam katalog tersebut diberi nama ADS (Aitken Double Star), kemudian diikuti dengan nomor urut dalam konstelasinya.


Komentar