Asal Usul Marga Suku Batak, Sebuah Identitas Unik di Indonesia



Dimana pun kita berpergian ke setiap daerah di Indonesia, rasanya selalu ditemukan orang bersuku Batak. Rasanya tidak ada orang Indonesia yang tidak mengenal suku Batak. Hanya dengan mendengarkan nama lengkap orangnya saja, kita bisa mengidentifikasi apakah ia seorang Batak atau bukan. Setiap orang Batak memiliki nama belakang yang merupakan marga mereka. Inilah yang menjadi salah satu keunikan dalam kehidupan sosial suku Batak. Beberapa contoh marga Batak antara lain seperti Situmorang, Siregar, Simatupang, dan Sinaga.

Suku Batak sebagian besar mendiami daerah di Sumatra Utara, terutama di sekitar danau Toba. Silsilah marga Batak dikenal dengan istilah Tarombo. Saat ini jumlah marga Batak mencapai 500 marga dan mereka tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun sebagian suku Batak merantau ke luar daerah asalnya, marga tetaplah menjadi identitas unik di setiap nama mereka. Seakan mereka tidak pernah melupakan identitas mereka sebagai suku Batak, sesuatu yang menarik kan.

Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Tarombo berkembang menjadi berbagai marga Batak. Tentu sulit membahas semua silsilah secara lengkap. Artikel ini akan dibatasi hanya membahas Tarombo dari garis keturunan pria saja. Keturunan wanita yang kemudian menghasilkan keturunan pria sebenarnya juga memiliki marga Batak, namun hal itu tidak akan dibahas dalam artikel ini.

Marga suku batak
Marga suku Batak, salah satu keunikan suku Batak. Sumber: horas.web.id.
DARI RAJA BATAK HINGGA GENERASI KETIGA

Konon katanya, Tarombo berasal dari seorang yang bernama Raja Batak yang hidup di lereng gunung Pusuk Buhit, di dekat danau Toba. Ia dikenal sebagai moyang dari seluruh marga Batak yang ada saat ini di Indonesia. Raja Batak memiliki dua orang putra, yaitu Guru Tatae Bulan dan Raja Isumbaon.

Guru Tatae Bulan kemudian memiliki lima orang putra, yaitu Si Raja Biak Biak, Saribu Raja, Limbong Maulana, Sagala Raja, dan Silau Raja. Sedangkan Raja Isumbaon memiliki tiga orang putra, yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang. Dengan demikian, hingga generasi ketiga tercatat ada delapan putra Batak.

GENERASI KEEMPAT

Dari kelima putra Batak generasi ketiga yang melalui garis keturunan Guru Tatae Bulan, hanya Saribu Raja yang memiliki putra. Ia memiliki dua putra, yaitu Raja Lontung dari pernikahannya dengan istri pertamanya (Sirobu Pareme) dan Raja Borbor dari pernikahan dengan istri keduanya (Nai Manggiring Laut). Ini adalah putra Batak generasi keempat dari garis keturunan Guru Tatae Bulan.

Dari putra Batak generasi ketiga melalui garis keturunan Raja Isumbaon, diketahui bahwa Raja Sorimangaraja memiliki tiga putra, yaitu Nai Ambaton (dari istri pertamanya-Siboru Paromas), Nai Rasaon (dari istri keduanya-Siboru Anting Haomasan), dan Nai Suanon (dari istri ketiganya-Siboru Sanggul Haomasan). Sedangkan keturunan Raja Asiasi dan Sangkar Somalindang tidak diketahui kelanjutannya. Mereka ini adalah putra Batak generasi keempat dari garis keturunan Raja Isumbaon.

GENERASI KELIMA

Raja Lontung kemudian memiliki tujuh orang putra, yaitu Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Dari sinilah muncul marga-marga dari garis keturunan Raja Lontung. Sedangkan Raja Borbor memiliki 6 putra, yaitu Datu Dalu, Sipahutar, Harahap, Tanjung, Datu Pulungan, dan Simargolang. Marga-marga Batak juga muncul dari garis keturunan ini.

Dari garis keturunan Nai Ambaton nantinya lahir marga-marga seperti Munthe, Saragi, Simbolon, Sitanggang, dan lain-lain. Sedangkan dari garis keturunan Nai Rasaon lahir marga-marga seperti Sitorus, Manurung, Sirait, Butar-butar, dan masih banyak lagi. Keturunan Nai Suanon nantinya menghasilkan marga-marga seperti Hutapea, Tampubolon, Simanjuntak, dan lain sebagainya.

Dari mereka inilah kemudian marga Batak terus berkembang dan memunculkan marga-marga cabang. Semakin lama, jumlah marga itu semakin banyak.

Patung raja batak
Patung Raja Batak, di Museum Batak, Balige. Sumber: www.obatak.id.
PUNGUAN

Marga-marga Batak seperti Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar, mereka adalah satu punguan (kumpulan). Ini dikarenakan mereka berasal dari satu induk keturunan, yaitu dari Raja Lontung. Demikian juga dengan marga-marga Munthe, Saragi, Simbolon, dan Sitanggang, juga merupakan satu punguan karena berasal dari keturunan Nai Ambaton.

PERKAWINAN SUKU BATAK BERDASARKAN MARGA

Dalam suku Batak, perkawinan sesama marga yang sama dan perkawinan satu punguan (perkawinan Namarito) dilarang untuk dilakukan. Karena satu marga atau satu punguan dianggap sebagai saudara kandung.

Selain itu, ada juga istilah perkawinan Namarpadan. Dalam hal ini, leluhur antar-marga tertentu telah membuat perjanjian untuk tidak dilakukan perkawinan antar-marga tersebut. Sehingga perkawinan semacam itu tidak boleh dilakukan. Sebagai contoh, perkawinan antara marga Silalahi dan Tampilon tidak boleh dilakukan, karena keduanya berpadanan, telah ada janji yang disepakati oleh leluhur kedua marga. Begitu juga antara marga Nainggolan dan Sitompul.

Suku Batak memang sangat menarik untuk dipelajari. Identitas marga pada suku Batak telah menjadi budaya yang unik dalam kehidupan bermasyarakat. Semoga budaya ini terus dijaga selamanya dan menjadikan suku Batak tetap menghargai serta mencintai leluhur mereka. Tantangan zaman yang serba modern dimana budaya antar-suku dan bangsa membaur, merupakan tantangan baru untuk setiap suku bangsa, termasuk Batak. Semoga ini juga tidak melunturkan semangat suku Batak untuk mempertahankan keunikan mereka yang telah dibangun sekian lama.

Komentar

Postingan Populer